Orangemagz.com — Serangan film horror baik dari dalam maupun luar negeri ke layar lebar Indonesia seolah nggak ada habisnya. Salah satu film horror yang lagi tayang ialah IT: Chapter Two yang merupakan sekuel dari film IT yang tayang 2017 lalu. Film ini cukup beken di antara penikmat film horror di Indonesia dikarenakan teror badut yang disajikannya terasa cukup epic dibanding film horror lainnya. Tetapi, meski film ini cukup ditunggu-tunggu sebelum penayangannya, sayangnya IT: Chapter Two nggak sepenuhnya memenuhi ekspektasi penggemar, Sob. Salah satunya yaitu karena ada beberapa hal mengganjal yang dirasa kurang pas dalam film ini.
Dilansir dari kumparan , ini dia empat masalah dari IT: Chapter Two dalam penceritaannya.
Komedi yang tidak pada tempatnya
Dark Comedy adalah salah satu elemen yang sering muncul pada karya Stephen King, terutama dalam film IT. Bisa dibilang, IT: Chapter Two juga berusaha mengembalikan elemen Dark Comedy dari Stephen King. Namun, banyak dari momen komedi yang disampaikan terlihat malah menganggu elemen horor utamanya. Bisa dibilang, jokes yang disampaikan tidak pada tempatnya ini, daripada dibilang lucu, malah terkesan annoying. Lama-kelamaan nuansa horornya jadi hilang tergantikan dengan kelucuan yang terus disampaikan tidak pada tempatnya.
Terlalu banyak flashback
Flashback tidak bisa dilepaskan dari dalam cerita IT: Chapter Two karena The Losers Club harus mengembalikan fragmen kecil ingatan mereka yang hilang. Masalahnya, IT: Chapter Two malah menyampaikan adegan baru di dalam flashback-nya. Seharusnya, flashback yang disampaikan hanya mengulang kembali apa yang sudah diceritakan pada IT. Adegan baru yang ada di dalam flashback itu malah menganggu karakter The Losers Club dewasa.
Rahasia Richie
Salah satu twist yang ada di IT: Chapter Two adalah ketika terungkap bahwa Richie merupakan seorang gay. Tidak sampai di situ saja, ternyata ia memiliki crush dengan temannya sendiri, yaitu Eddie Kapsbrak. Sebenarnya rahasia Richie ini memang sama dengan novelnya walaupun cara penyampaiannya berbeda. Sayangnya, hal tersebut rasanya nggak perlu benar-benar diungkapkan. IT: Chapter Two bisa berjalan sampai ending dengan tanpa gangguan sama sekali dengan ada atau tidaknya subplot ini. Kalau memang ingin memasukan subplot ini, seharusnya orientasi seksual Richie sudah di-planting sejak IT atau Richie ketika remaja. Sehingga, pada IT: Chapter Two momen Pennywise mengancam Richie akan terlihat lebih emosional.
IT: Chapter Two seharusnya dibuat secara back-to-back
Sama seperti Infinity War dan Endgame, seharusnya dua film IT ini juga dibuat secara back-to-back. Karena bisa dibilang kedua film merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam proses produksinya. Risiko yang paling jelas terlihat saat dua film bersambung diproduksi secara terpisah adalah cast dari The Losers Club remaja mengalami pertumbuhan sehingga membuat penampilan fisiknya berubah.
Nggak hanya itu saja, dari sisi penulis juga pasti akan lebih mudah untuk mengaitkan antara cerita ketika mereka remaja ke cerita ketika mereka sudah dewasa karena dibuat secara bersamaan. Apalagi IT: Chapter Two menggunakan penulis yang berbeda dengan IT, jadi cerita yang dikembangkan Chase Palmer dan Cary Joji Fukunaga di IT tidak diselesaikan dengan baik oleh Gary Dauberman karena satu dan lain hal.
Sumber: kumparan
Berikan Komentar: